Jakarta, KV- Kebijakan efisiensi anggaran dana Otonomi Khusus (Otsus) berpotensi menambah tantangan pengentasan kemiskinan di enam provinsi Tanah Papua.
Hal ini disampaikan Anggota DPD RI Filep Wamafma dari Papua Barat terkait dalam siaran pers yang diterima Koranvox, Sabtu (1/3/2025).
Pernyataan ini terkait efisiensi anggaran yang menyasar dana Transfer ke Daerah (TKD) tahun 2025 hingga Rp 50,59 Triliun.
Hal ini berdampak kepada pemotongan anggaran lain, termasuk dana Otonomi Khusus (Otsus) yang tersalurkan ke Papua selama ini.
Pemangkasan dana Otsus khusus untuk Papua, kini hanya tersisa Rp 9,69 triliun. Sebelumnya pagu dana Otsus Papua Rp 10,04 triliun.
Filep mengungkapkan, dari data BPS, per September 2024 menampilkan semua provinsi di Tanah Papua termasuk dalam 10 besar provinsi termiskin di Indonesia.
Mulai dari Papua Pegunungan dengan total persentase penduduk miskin di perkotaan mencapai 12,11 persen, sedangkan di perdesaan mencapai 31 persen dan jumlah terbaru mencapai 29,66 persen.
Papua Tengah dengan persentase penduduk miskin di perkotaan 5,27 persen, perdesaan mencapai 34,86 persen, dan jumlah terbarunya senilai 27,60 persen.
Lalu Papua Barat dengan persentase penduduk miskin di perkotaan 9,50 persen, di perdesaan 26,34 persen dan jumlah terbarunya adalah 21,09 persen.
Kemudian Papua Selatan dengan persentase kemiskinan di perkotaan sejumlah 3,65 persen, di perdesaan 28,47 persen dan jumlahnya saat ini mencapai 19,35 persen.
Selanjutnya Papua dengan persentase penduduk miskin di perkotaan 5,9 persen, di perdesaan mencapai 36,57 persen, dan jumlah saat ini yaitu 18,09 persen.
Terakhir adalah Papua Barat Daya dengan persentase penduduk miskin di perkotaan 8,03 persen, di perdesaan sebesar 25,90 persen dan jumlah saat ini adalah 16,95 persen.
“Angka kemiskinan pasti akan bertambah jika dana Otsus terkena pemotongan, ” ungkap Filep.
Masalah stunting
Filep juga menyinggung masalah kesehatan khususnya stunting. Pada tahun 2024, Papua Tengah paling tinggi angka stunting yakni 39,4 persen,
Kemudian Papua Pegunungan dengan angka stunting mencapai 37,3 persen dan Papua Barat Daya 31 persen.
“Sekarang kalau ada pemotongan dana Otsus, bukankah akan semakin sulit menurunkan angka stunting di Tanah Papua?” kata Filep.
Ia pun meminta Presiden Prabowo Subianto meninjau kembali kebijakan efisiensi terhadap dana Otsus. Sebab, dana Otsus sangat berperan menopang kebijakan afirmasi di Papua.
“OAP berharap agar Otsus mampu mengangkat harkat dan martabatnya serta menyejahterakan mereka. Faktanya efisiensi dana Otsus akan menyebabkan afirmasi hanya omon-omon politik saja,” tutup Filep.