Yogyakarta, KV- Asosiasi Bank Pembangunan Daerah bersama Bank BPD DIY menyelenggarakan Seminar Nasional BPD se-Indonesia (BPDSI) bertema “Implementasi Sistem Keuangan Desa Melalui BPDSI untuk Mendukung Tata Kelola Keuangan Desa”, Kamis (7/8/2025), di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta.
Ketua Umum Asbanda, Agus Haryoto Widodo, menegaskan bahwa Bank Pembangunan Daerah (BPD) memiliki peran lebih dari sekadar lembaga intermediasi keuangan.
“BPD adalah katalisator pembangunan daerah, termasuk dalam mendukung pengelolaan keuangan desa yang akuntabel dan efisien,” ujar Agus, yang juga menjabat sebagai Dirut Bank DKI.
Dalam pengelolaan keuangan desa, Asbanda mendukung penuh transformasi digital melalui berbagai sistem seperti Siskeudes dan SP2D online melalui aplikasi SIPD. Inisiatif ini diperkuat lewat regulasi Permendagri Nomor 70 Tahun 2019 dan SE No. 130/736/SC Tahun 2020.
“Digitalisasi ini bukan hanya efisiensi, tapi juga wujud akuntabilitas dan transparansi keuangan di tingkat desa,” tambah Agus.

Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebutkan bahwa implementasi Siskeudes merupakan langkah nyata reformasi birokrasi desa. Ia menilai, sistem ini mendukung tata kelola anggaran yang lebih adil dan transparan.
“Integrasi Siskeudes dengan CMS BPD akan mendorong governansi desa yang kolaboratif dan akuntabel,” ujar Sri Sultan.
Sinergi Pemerintah dan BPD
Seminar nasional ini juga menghadirkan sejumlah pembicara penting, antara lain:
Bahri selaku Direktur Fasilitasi Perencanaan Keuangan dan Aset Desa Kemendagri, Jaka Sucipta selaku Direktur Dana Desa & Otsus, DJPK Kemenkeu dan Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Institute.
Bahri menekankan bahwa Kemendagri terus mendorong transaksi non-tunai melalui integrasi Siskeudes dan CMS BPD. Hingga kini, implementasi ini telah dilakukan di 115 kabupaten/kota dan lebih dari 11.000 desa. Di DIY sendiri, tiga kabupaten (Bantul, Sleman, dan Gunungkidul) telah menerapkan sistem non-tunai.
Data Kemenkeu mencatat, sejak 2015 hingga kini, total dana desa yang telah dikucurkan mencapai Rp678,9 triliun. Namun, tantangan dalam pengelolaannya tetap ada.

Menurut Jaka Sucipta, meskipun 95,3 persen desa telah menggunakan Siskeudes, masih ada sekitar 3.000 desa yang belum dapat mengakses sistem ini karena keterbatasan infrastruktur telekomunikasi. Sebagai solusi, pemerintah tengah mengembangkan SIKD Teman Desa, khususnya untuk desa yang masih menggunakan versi desktop/non-aplikasi.
Eko B. Supriyanto juga menyoroti beberapa tantangan kunci, seperti minimnya keterampilan teknis perangkat desa, infrastruktur TIK yang belum merata, serta risiko serangan siber yang mengancam sistem digital. “BPD sudah kuat secara IT, tapi titik lemahnya ada di ujung—di pemerintah desa. Serangan siber bisa terjadi kapan saja,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti lemahnya dukungan teknis saat sistem mengalami gangguan atau bug. “Keterbatasan respons ini bisa menurunkan kepercayaan terhadap sistem yang sebenarnya sudah baik,” tutup Eko.