Pasang Iklan Disini
Pasang Iklan Disini
OPINI

Kaya Raya akan Harta Duniawi Dapat Membuat Tolol dan Tumpul

×

Kaya Raya akan Harta Duniawi Dapat Membuat Tolol dan Tumpul

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi perumpamaan orang kaya yang bodoh.

Setiap manusia diciptakan oleh Tuhan untuk hidup baik dan menjadi alat-Nya dalam menyebarkan kasih serta kebaikan kepada sesama.

Karena itu, Tuhan tidak menghendaki manusia hidup dalam kesengsaraan dan penderitaan. Tuhan menganugerahkan harta duniawi sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menjamin kehidupan yang layak. Namun, kekayaan bukanlah tujuan akhir, melainkan alat untuk berbagi dan melayani.

Tuhan tidak melarang manusia menjadi kaya, tetapi menginginkan agar manusia memiliki harta yang secukupnya demi menjalani hidup yang baik hari demi hari—seperti dalam pengajaran Yesus tentang Doa Bapa Kami: “Berilah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya…” (Luk 11:3).

Harta yang kita miliki seharusnya menjadi pengingat akan Tuhan, bahwa segala sesuatu berasal dari-Nya dan harus digunakan dengan bijaksana serta penuh tanggung jawab.

Yesus dengan tegas mengingatkan agar kita berhati-hati terhadap ketamakan. Ia berkata, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan! Sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung dari kekayaannya itu.” (Luk 12:15).

Orang yang tamak selalu merasa tidak cukup. Ia ingin terus menerima, namun enggan memberi. Ia terus mengumpulkan untuk dirinya sendiri tanpa memedulikan sesama, bahkan rela melanggar nilai-nilai kebaikan demi kepentingannya.

Tanpa disadari, orang yang tamak sedang menjadi tolol dan tumpul (bdk. Luk 12:13–21). Pandangannya menjadi picik dan sempit. Ia tertipu oleh angan-angannya sendiri, hanya memikirkan pembangunan lumbung-lumbung baru demi menjamin hartanya, menikmati kenyang, dan beristirahat.

Ia tidak lagi berpikir jauh ke depan, bahkan lupa bahwa hidupnya tidak berada dalam genggamannya sendiri—sekejap saja bisa berubah. Apa yang menurutnya benar belum tentu sungguh benar di hadapan Tuhan. Justru dalam ketumpulan hati, jiwa menjadi kosong, lapar, dan haus akan makanan surgawi—namun kita sering kali tidak menyadarinya.

Yesus datang membangkitkan kesadaran itu, agar kita menjangkaunya, lalu bangkit, berjuang, dan ditolong oleh Roti Hidup Sejati. Maka sadarlah kita, bahwa yang perlu kita kejar bukanlah kekayaan duniawi—yang pada akhirnya sia-sia belaka (bdk. Pkh 1:2; 2:21–23)—melainkan kekayaan di hadapan Allah. Seperti kata Rasul Paulus, “Carilah perkara yang di atas, di mana Kristus berada.” (bdk. Kol 3:1–5, 9–11).

Bagaimana dengan kita hari ini?
Dengan jujur, mari kita bertanya kepada diri sendiri: Apakah harta yang kita miliki saat ini, sedikit atau banyak, telah menjadi pengingat akan Tuhan dalam pikiran dan hati kita? Apakah kita termasuk orang yang tamak? Atau sebaliknya, apakah kita suka berbagi dengan sesama dari apa yang kita miliki? Apakah kita peduli terhadap orang miskin dan mereka yang hidup terlantar, serta bersedia berbagi dengan mereka?

Jika demikian, syukurlah kepada Allah! Itu berarti kita sedang mengejar kekayaan—bukan kekayaan duniawi, melainkan kekayaan surgawi. Kekayaan surgawi tidak akan membuat kita menjadi tolol dan tumpul, melainkan menjadikan kita cerdas, kritis, penuh iman, dan hangat dalam kasih. Tuhan pasti akan memakai kita untuk menyebarluaskan kasih dan kebaikan-Nya kepada banyak orang.

Amin. Tuhan memberkati kita semua.

(Pastor Charles Loyak Deket OSC)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *