Pada hari minggu lalu dalam Injil Matius, dengan sangat jelas Yesus sendiri menunjuk dan menegaskan pada kita semua, bahwa “kunci” untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga akan diserahkan-Nya kepada Petrus, murid yang imannya kokoh-kuat seperti wadas, di mana di atas iman itu Yesus mendirikan jemaat-Nya (bdk Mat 16: 13-19).
Dengan demikian, secara tidak langsung, Yesus menyatakan kepada kita, bahwa keselamatan bagi manusia, bagi kita, selalu ada dan tersedia, bagi semua yang mengikuti Dia di atas dunia ini, di dalam dan melalui Gereja yang didirikan-Nya sendiri.
Jauh sebelum datang-Nya Yesus Kristus di dunia ini, nabi Yesaya sudah pernah menyuarakan ‘keselamatan Tuhan’ itu bagi manusia. Dilukiskannya dengan indah, bahwa keselamatan itu tak akan pernah berhenti dan habis, tetapi tetap ada, dan terus mengalir seperti sungai (bdk Yes 66: 10-14c).
Yesus Kristus sendiri juga mengatakan: “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yg meminta, menerima dan setiap orang yg mencari, mendapat dan setiap orang yg mengetok, baginya pintu dibukakan” (Mat 7:7-8).
Kata-kata Yesus ini menegaskan 2 hal penting, yakni: (1) Keselamatan Tuhan selalu ada, tersedia, tak pernah akan habis. (2) Manusia yg menginginkan keselamatan itu, harus berusaha sendiri untuk mendapatkannya; bukan tunggu seolah-olah Tuhan sendiri yg menghantarkan itu kepadanya.

Di lain kesempatan Yesus Kristus sendiri juga tegaskan, bahwa Diri-Nya sendiri adalah “pintu” dari keselamatan itu. Jikalau orang mau mendapatkan keselamatan itu silakan masuk dan keluar melalui pintu tersebut (bdk. Yoh 10: 7-10).
Melalui Sakramen Baptis, kita sudah mendapat jaminan keselamatan itu. Bukanlah “jaminan keselamatan otomatis” diterima tanpa usaha! Bukan.
Biar pun sudah ada “pintu keselamatan”, dalam hal ini Gereja yg didirikan Yesus Kristus (yg ada di depan mata kita saat ini: Keuskupan, Paroki, Wilayah, Lingkungan, tempat kita tinggal), tetapi jika kita “tidak masuk dan keluar” melaluinya, kita tidak pernah peduli dan terlibat bersama orang lain, kita tidak akan memperoleh keselamatan itu. Bukan keselamatan otomatis.
Biar pun pintunya ada, tetapi jarang atau tak pernah diketok, apalagi keluar dan masuk melewatinya. Artinya keselamatan ada, tapi kita tak pernah meminta, tak pernah mencari maka tak mungkin kita menerima dan mendapatkannya.
Walau pun keselamatan itu seperti sungai, tetap ada dan mengalir tiada henti,
, tetapi ternyata aliran sungai itu bisa saja jauh dari kehidupan dan jiwa kita. Saya ingat, sudah 3 kali sangat memprihatinkan!.
Tiga jenazah yg pernah saya doakan, masing-masing baru diketahui beragama katolik setelah meninggal dunia. Karena tidak pernah mendaftarkan dirinya di lingkungan mana pun dan terlibat di sana sebagai “pintu” keluar-masuk merawat imannya.
Semoga Tuhan Maha-pengasih menyayangi jiwa orang-orang itu, orang-orang yg baru ketahuan beragama katolik saat mereka mati.
Usaha kita “mengetok pintu” keselamatan itu tidak selalu gampang & berhasil. Banyak sekali tantangan yg menghalanginya. Sedemikian beratnya tantangan itu sampai dilukiskan seperti “menghadapi kebuasan serigala” yg siap menerkam (bdk Luk 10:1-12.17-20).
Yesus, melalui penginjil Lukas ini, menegaskan “dasar perutusan” ke 12 murid, kemudian 70 murid, itu menjadi dasar perutusan kita juga.
Dasarnya adalah “penyangkalan diri” demi Kerajaan Allah. Artinya menghadapi kebuasan serigala yang siap menggagalkan usaha kita, kita yg harus tampil bagaikan domba yg tulus tanpa pamrih, harus mengenakan sikap “percaya kepada penyelenggaraan Tuhan”. Andalkan dan utamakan Tuhan sendiri. Bukan diri kita! Aminn. Tuhan berkati selalu.
(Pastor Charles Loyak Deket OSC)