Pasang Iklan Disini
Pasang Iklan Disini
OPINI

Renungan Minggu : Kita Berjuang Menjadi Hamba

1
×

Renungan Minggu : Kita Berjuang Menjadi Hamba

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi renungan.

Pada zaman sekarang ini, tidaklah sulit menemukan orang-orang yang ingin “menjadi tuan” di setiap kesempatan. Ingin menjadi yang “terbesar”, paling penting, terkenal, berpengaruh, dan berkuasa.

Dalam setiap interaksi dengan banyak orang, kita dapat melihat dan mengalami hal itu, baik di dunia nyata maupun di media sosial. Bahkan, hal serupa juga dapat kita jumpai di lingkungan Gereja.

Para pewarta Injil Kristus—baik pastor, pendeta, maupun kaum awam—yang sebenarnya layak disebut “hamba Tuhan”, sering kali lebih tampak dan dirasakan umat sebagai “tuan” daripada “hamba”.

Tanpa sadar, mereka lebih suka dilayani daripada melayani. Godaan untuk “menjadi tuan” memang sangat kuat, mampu menjerat dan menjatuhkan siapa saja.

Di dunia ini, keinginan untuk “menjadi yang terbesar” atau “menjadi tuan” begitu menggoda, disadari ataupun tidak. Menjadi terbesar sering diartikan memiliki jabatan tinggi, kekayaan melimpah, serta kekuasaan besar.

Kitab Suci tidak pernah melarang seseorang memiliki semua itu. Namun, jika semua hal tersebut menjadi tujuan utama hidup, maka kehancuran tidak akan lama datang menimpa.

Yesus tahu bahwa godaan semacam itu dapat menjerat, menghanyutkan, dan merusak para murid-Nya sepanjang zaman. Karena itu, pada suatu kesempatan di hadapan para murid-Nya, Yesus mengambil seorang anak kecil—yang tentu tidak memiliki jabatan, harta, atau kekuasaan—untuk mengajarkan makna sejati dari “menjadi yang terbesar” (bdk. Mat. 18:1–5).

Menjadi terbesar berarti menjadi seperti anak kecil yang sepenuhnya percaya dan bergantung kepada orang tuanya. Demikian pula seharusnya para murid Kristus: percaya dan bergantung hanya kepada Allah, bukan pada jabatan, harta, atau kekuasaan.

Pastor Charles Loyak Deket OSC.

Makna sejati “menjadi terbesar” adalah dengan sukacita menerima Allah dan rela mengubah hidup agar selaras dengan kehendak-Nya.

Melalui Injil Lukas hari ini, Yesus mengajak kita semua untuk berjuang menjadi “hamba”, bukan “tuan”. Bahkan bukan sekadar hamba, melainkan “hamba yang tidak berguna”. Yesus dengan tegas ingin menyadarkan kita bahwa “Tuan” hanya satu, yakni Allah sendiri. Kita hanyalah hamba yang melakukan apa yang diperintahkan-Nya (bdk. Luk. 17:5–10).

Yesus menekankan pentingnya kerendahan hati dan kasih yang melayani. Yang terbesar dalam hidup ini adalah mereka yang rela menjadi yang terkecil dan melayani sesama (bdk. Mat. 19:30). Karena itu, Yesus mendorong kita untuk memandang diri bukan sebagai yang terbesar, bukan sebagai tuan, melainkan sebagai yang terakhir—sebagai hamba, pelayan bagi Tuhan dan sesama.

Kita tetap berjuang menjadi hamba, biarpun banyak orang di sekitar kita ingin menjadi tuan.

Hamba yang sanggup taat, setia, dan rendah hati pasti memiliki iman yang kokoh. Yesus menjelaskan bahwa iman sebesar biji sesawi saja dapat melakukan hal-hal luar biasa. Ini mengingatkan kita bahwa meskipun kita kecil dan lemah, iman kepada Tuhan mampu melahirkan karya besar.

Dalam pelayanan, yang dibutuhkan bukan kekuatan fisik yang besar, melainkan iman yang teguh dan tak tergoyahkan.

Ketika kita merasa lelah, seperti para murid dahulu, marilah kita berdoa agar Tuhan menambahkan iman kita (bdk. Luk. 17:5), memperbarui semangat, dan memberi kekuatan untuk terus melayani dengan sukacita.

Selamat berjuang menjadi hamba!
Tuhan memberkati.

(Pastor Charles Loyak Deket, OSC)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *