Jayawijaya

Sengketa Lahan Memanas, Warga Kembali Palang Kantor BPN Jayawijaya

Masyarakat adat memalang kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Jayawijaya di Wamena, Papua Pegunungan, Sabtu (19/7/2025).

Jayawijaya, KV– Sengketa lahan adat di Kabupaten Jayawijaya kembali memanas setelah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) secara paksa membuka palang di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jayawijaya pada Jumat (18/7/2025).

Tindakan ini dinilai mencederai kesepakatan mediasi yang sebelumnya telah disepakati antara warga dan pihak terkait.

Pemblokiran yang sebelumnya dilakukan sebagai bentuk protes masyarakat adat pemilik hak ulayat atas lambatnya penanganan persoalan lahan, justru dibuka tanpa penyelesaian substansi. Akibatnya, warga kembali melakukan pemalangan pada Sabtu (19/7/2025).

Pemilik hak ulayat, Yakobus Kosay pada Senin (21/7/2025), menyampaikan kekecewaannya terhadap langkah sepihak yang diambil oleh Satpol PP dan BPN Jayawijaya.

Menurutnya, tindakan membuka palang tersebut tidak menghormati kesepakatan yang telah dibuat bersama di Polres Jayawijaya.

Masyarakat adat memalang kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Jayawijaya di Wamena, Papua Pegunungan, Sabtu (19/7/2025).

“Kami sudah sepakati bahwa BPN diberi waktu dua hari sejak 14 Juli untuk berkoordinasi dengan Kanwil. Tapi sampai sekarang, 19 Juli, belum ada kejelasan atau tanggapan resmi. Ini menunjukkan bahwa BPN tidak serius menanggapi persoalan masyarakat,” ujar Yakobus.

Ia juga menyoroti kinerja BPN Jayawijaya yang dinilainya tidak profesional dan terkesan mengabaikan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) lembaga tersebut.

“BPN adalah lembaga vertikal, bukan di bawah Pemda. Jangan bekerja berdasarkan pesanan atau tekanan pihak tertentu. Hak masyarakat adat harus dihormati,” tegasnya.

Tidak Paham

Lebih lanjut, Yakobus menyatakan Pemerintah Daerah Jayawijaya tidak memahami aspek hukum pertanahan dan tidak memiliki data aset yang akurat.

Masyarakat adat memalang kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Jayawijaya di Wamena, Papua Pegunungan, Sabtu (19/7/2025).

Hal ini, menurutnya, menyebabkan sikap arogan dalam menghadapi persoalan hak ulayat masyarakat adat.

Sebagai bentuk perlawanan, warga memperkuat pemalangan kantor BPN dengan memasang gembok, papan kayu berpaku, serta menumpuk pasir di halaman kantor.

“Kami tetap mengikuti proses sesuai aturan. Tapi selama belum ada kejelasan dari BPN, pemalangan ini akan terus berlanjut,” tambahnya.

Ia juga mengajak seluruh masyarakat adat di Jayawijaya yang merasa dirugikan untuk bersatu memperjuangkan hak atas tanah leluhur demi masa depan generasi mendatang. (Stefanus Tarsi)

Exit mobile version