Jayawijaya, KV – Badan Pusat Statistik (BPS) Papua Pegunungan mengungkap bahwa ekonomi di wilayah tersebut sedang lesu akibat beberapa faktor, termasuk lambatnya aliran dana pemerintah dan kondisi keamanan yang tidak stabil.
“Inflasi di Papua Pegunungan mencapai 5,75 persen, yang merupakan dampak dari kenaikan harga barang dan keterlambatan pasokan,” kata Kepala BPS Papua Pegunungan Arther Ludwig Pamiasa kepada Wartawan di Wamena, Kamis (19/6/2025)
BPS Provinsi Papua Pegunugan selaku lembaga yang tugasnya melakukan survei dan pendataan lapangan melihat ada pengaruh dari situasi dan kondisi keamanan beberapa waktu terakhir.

Wamena sebagai ibu kota Provinsi, memiliki indeks Harga Konumen (IHK) yang menjadi tolak ukur untuk Papua Pegunungan. Angka inflasi saat ini mencapai 5,75 persen, yang disebabkan oleh kenaikan harga barang dan keterlambatan pasokan.
“Hal ini mempengaruhi daya beli masyarakat, selain itu juga dipengaru lambatnya belanja pemerintah daerah sebagai dana perimbangan, dan dana desa sangat penting untuk memulihkan perekonomian,” katanya.
Menurtnya aliran dana dari pemerintah daerah sangat krusial bagi peredaran uang di masyarakat.
“Jika dana pemerintah tidak dibelanjakan, maka masyarakat tidak akan mendapatkan apa-apa. Belanja pegawai bukan hanya perjalanan dinas, tapi juga termasuk gaji, Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP), dan tunjangan lainnya. Jika tidak dikucurkan, tentunya tidak ada peredaran uang,” tuturnya.
Kelancaran program dan kegiatan pemerintah, kata Arther sangat berdampak pada perekonomian masyarakat.
“Jika semua program pemerintah berjalan lancar, maka masyarakat juga akan mendapatkan manfaatnya. Karena semua orang butuh makan, maka petani akan menyediakan barang dan membawanya ke pasar, sementara pegawai yang memiliki dana akan membelinya – sehingga tercipta sistem barter yang seimbang dan perekonomian masyarakat maju,”paparnya. (Stefanus Tarsi)