Pasang Iklan Disini
Pasang Iklan Disini
OPINI

Renungan : Orang Samaria yang Murah Hati, Lambang yang harus Dimaknai

×

Renungan : Orang Samaria yang Murah Hati, Lambang yang harus Dimaknai

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi tentang orang Samaria yang baik hati.

Dalam hidup manusia selalu ada hal-hal yg dipandang sebagai “lambang”, yakni sesuatu (entah itu lukisan, lencana, atau kisah, dan sebagainya) yg mengandung maksud tertentu.

Maksud itulah yang sesungguhnya sangat diharapkan memberi kesan dan mempengaruhi yg melihat atau mendengarkannya.

Dengan maksud yg sama, Yesus mengangkat kisah menarik, “Orang Samaria yg Murah Hati” sebagai lambang bagi para murid dan semua yg mendengarkan kisah itu ( Luk 10:25-37).

Telah berkali-kali kita mendengar kisah “Orang Samaria yg Murah Hati” itu. Apakah kisah itu mempengaruhi dan memberi kesan pada kita? Sejauh mana hal itu kelihatan dalam realitas hidup kita? Ataukah lambang itu seolah “kisah mati” di dalam Alkitab, lambang yg tidak bermakna.

Kisah itu melukiskan orang Samaria yg murah hatinya, tetapi dengan jujur harus diakui, bahwa banyak umat di paroki masih tinggi hatinya, angkuh dan egois, jauh sekali dibandingkan dengan hati orang Samaria itu.

Artinya belum sampai terpengaruh oleh maksud lambang tersebut. Bagaimana caranya supaya lambang terkenal, “Orang Samaria yg Murah Hati” itu menjadi bermakna dalam kehidupan kita orang kristiani?

Bagaimana harapan Yesus Kristus dengan mengangkat lambang itu, terealisasi dalam kehidupan para pengikut-Nya? Cinta kasih kristiani harusnya menjadi wujud nyata yang membaharui hati kita yang masih tinggi, angkuh dan egois, menjadi hati yang semakin murah seperti orang Samaria itu.

Mengenai hati kita. Hati yg harus bisa kita pengaruhi & baharui karena desakan dan tuntutan lambang itu menjadi hati yg lebih murah, hati penuh kasih sayang.

Apalagi kitab Ulangan mencatat, bahwa Sabda Tuhan selalu dekat pada manusia, ada di dalam hati-nurani setiap orang, “yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu untuk dilakukan” ( Ul 30:10-14).

Kalau demikian, Sabda Tuhan, Sang Kasih itu sudah ada di dalam hati setiap kita, maka harusnya tidak terlalu sulit usaha menjadikan lambang “Orang Samaria yg Murah Hati” itu bermakna di dalam hidup kita sendiri. Karena Sabda Tuhan harusnya menjadi pegangan yg kokoh. Kenapa dalam kenyataan tidak gampang? Lebih mudah menjumpai dan mengalami orang yg tinggi hati, angkuh dan egois.

Tidak mudah orang jadi tergerak hatinya menolong sesamanya yg menderita dan mengalami kesusahan. Selalu saja ada perhitungan untung rugi, sikap egoisme masih melekat kuat pada hatinya; jika sesekali mau menolong seringkali agar dilihat & dipuji orang lain. Mirip sekali dengan kaum Farisi.

Ada lagi mentalitas superior, “merasa diri lebih hebat” dibanding orang lain. Mentalitas demikian ini dalam kenyataan semakin menghambat daya-upaya menjadikan hati kita ini seperti hati orang Samaria itu, hati yang murah penuh kasih sayang bagi semua orang, siapa pun mereka.

Leluhur panutan kita, yakni Adam dan Hawa, isterinya, setelah diciptakan, Allah memberkati mereka. Kemudian Allah perintahkan: “Beranak-cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yg merayap di bumi” (Kej 1:28).

Banyak manusia jaman ini nampak lebih gampang dan berhasil dalam usahanya “ke luar” dan di luar. Apalagi dengan segala kemampuan yg dimilikinya. Seperti mengikuti pesan Allah kepada leluhur Adam dan Hawa.

Pastor Charles Loyak Deket OSC.

Sukses dan berprestasi dalam pekerjaan di kantor, urusan perusahaan dan lainnya. Tetapi urusannya “ke dalam”, di dalam keluarga dan rumah tangga sendiri, malahan paling di dalam, mmenyangkut hati dan pikiran sendiri, kacau-balau. Seringkali berantakan, tidak berhasil.

Komunikasi antara suami-istri, antara orangtua-anak, kakak-adik, tidak bagus dan harmonis, selalu marah-marah dan tak pernah hangat. Kenapa terjadi demikian? Alasan utamanya adalah tidak sanggup “mengatur” hati dan pikiran sendiri.

Isi hati dan isi pikiran nampaknya penuh dengan begitu banyak hal tanpa disaring, termasuk yg remeh-temeh dan tak penting. Manusia bisa sangat sukses mengatur pelbagai usahanya di luar sana, tetapi gagal mengatur yg di dalam dirinya dan di dalam keluarganya sendiri.

Manusia jaman sekarang lebih mudah menjadi “Orang Samaria yg Murah Hati di luar sana, tapi belum terjadi di hati, pikiran dan rumah tangga sendiri.

Marilah datang kepada Tuhan, ambil waktu untuk bertobat, agar dicerahkan pikiran dan hatinya. Supaya daya upaya menjadikan lambang “Orang Samaria yang Murah Hati” itu semakin bermakna. Amin

Tuhan berkati selalu.

(Pastor Charles Loyak Deket OSC)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *