Jayawijaya, KV — Wakil Gubernur Papua Pegunungan, Dr. Ones Pahabol, akhirnya angkat bicara menanggapi pernyataan kontroversial yang disampaikan Wali Kota Jayapura beberapa waktu lalu.
Sebelumnyw Wali Kota Jayapura, Abisai Rollo mengatakan bahwa pelaku demo dan pemalangan kota bukan berasal dari masyarakat Port Numbay atau orang pantai melainkan “orang gunung”.
Wagub Papua Pegunungan Pahabol menekankan pentingnya menjaga persatuan orang asli Papua di tengah dinamika perubahan wilayah administrasi.
“Saya bicara dari kesatuan tubuh orang Papua. Papua boleh dipecah menjadi enam provinsi, tapi orang Papua jangan sampai terpecah. Kita satu, satu budaya, satu DNA, satu rumah,” tegas Wagub Papua Pegunungan Ones Pahabol kepada awak media, Kamis (19/6/2025).
Wagub Ones menyayangkan pernyataan Wali Kota yang dinilainya berpotensi memecah belah dan menyakiti perasaan sesama orang Papua. Ia mengingatkan bahwa pemimpin semestinya menyuarakan persatuan dan menjadi simbol kebijaksanaan.

“Seorang pemimpin harus bijak dan berhikmat. Tidak boleh membangun narasi yang menyakiti dan memecah orang Papua yang satu kultur. Itu pernyataan yang tidak layak keluar dari seorang kepala daerah, apalagi tokoh adat,” ujarnya.
Menurutnya, semangat persatuan yang telah dibangun oleh banyak tokoh senior Papua seperti Barnabas Suebu, John Ibo, Henock Ibo, mendiang Lukas Enembe, dan Welington Wenda, tidak boleh dikhianati dengan narasi sektarian.
Sebagai pembanding, Pahabol mengangkat sosok mantan Wali Kota Jayapura, Benhur Tomi Mano, yang dinilainya sebagai pemimpin inklusif dan berhikmat.
“Bandingkan dengan Tomi Mano, anak Port Numbay yang justru merangkul semua suku. Saya dukung 100 persen ucapan Tomi Mano yang menyambut kepemimpinan Yunus Wonda sebagai Bupati Jayapura. Dimana beliau berkata, ‘Batu yang sudah turun dari gunung tidak bisa kembali tapi dia akan menetap’. Itu pemimpin yang tahu menempatkan diri sebagai anak Papua,” tambahnya.
Soal Warga PNG
Wagub Ones juga menanggapi pernyataan Wali Kota Jayapura yang meminta warga asal Papua New Guinea (PNG) di wilayah Skouw untuk kembali ke negaranya. Wagub menilai hal itu tidak cukup bijak dan perlu ditinjau dari sudut pandang sejarah dan adat.

“Harus ditinjau kembali, dari tahun berapa mereka tinggal di sana? Kita bicara bukan hanya soal batas negara, tapi juga batas adat yang sering tak sejalan dengan batas administrasi,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan bahwa secara spiritualitas, semua manusia adalah pendatang di dunia ini dan tidak ada yang berhak untuk mengusir sesamanya.
Dalam pernyataannya, Pahabol menyampaikan bahwa dua pilar utama yang harus menjadi pegangan setiap pemimpin Papua adalah kultur dan spiritualitas.
Ia menegaskan bahwa orang Papua merupakan bagian dari satu ras Melanesia yang menyatu dari Sorong hingga PNG dan Kepulauan Solomon.

“Kami manusia Papua adalah satu ras – Melanesia. Dari Sorong sampai Merauke, dari gunung hingga pantai, kita adalah satu,” katanya.
Rumah bersama
Di akhir penyataannya, Pahabol mengajak semua elemen masyarakat untuk melihat Jayapura bukan sebagai kota milik satu kelompok, melainkan sebagai rumah bersama seluruh orang Papua.
“Cenderawasih itu hanya ada di Papua. Kasuari pun hanya ada di tanah ini. Jayapura adalah wajah kita bersama, rumah semua orang Papua. Jangan rusak dengan narasi sempit dan sektarian,” tutupnya.
Pahabol menambahkan, Papua boleh terbagi, tapi orang Papua jangan sampai pecah. “Kalau kita utuh, kita kuat untuk membangun tanah Papua.” tambahnya. (Stefanus Tarsi)