OPINI

Renungan Minggu : Panggilan Merawat Ruang yang Kudus

5
Ilustrasi renungan.

Bersama seluruh umat Allah sejagat, dalam liturgi Ekaristi hari ini, kita merayakan Pesta Pemberkatan Gereja Basilika Lateran di Roma. Dalam Injil Yohanes, kita mendengar bagaimana Yesus dengan berani menegur praktik keagamaan yang kehilangan pusatnya (Yoh 2:13–22).

Ketika Ia mengusir para pedagang dan penukar uang dari Bait Suci, tindakan-Nya bukan sekadar kecaman terhadap komersialisasi ibadah, melainkan seruan yang mendalam untuk memulihkan kesucian rumah Allah sebagai tempat doa, perjumpaan dengan Tuhan, dan transformasi hidup.

Dalam konteks pemberkatan Basilika Lateran — “Ibu dan Kepala semua Gereja di Roma” — kita semua dipanggil untuk merenungkan makna gereja sebagai ruang yang kudus, bukan sekadar bangunan bersejarah atau objek wisata.

Sebagai pusat episkopal dan simbol kesatuan Gereja, perayaan pemberkatan Basilika Lateran menuntut pendekatan iman yang otentik. Pemberkatan sebuah basilika bukan hanya upacara formal, melainkan peneguhan bahwa ruang itu harus menjadi tempat di mana Allah hadir, serta di mana umat menerima dan mengalami pembaruan.

Sama seperti Bait Allah pada zaman dahulu, gereja kita pun rentan menjadi tempat rutinitas, tempat berlangsungnya aktivitas tanpa semangat sejati. Sering kali muncul bentuk-bentuk komersialisasi dalam perayaan, mirip dengan gambaran Injil hari ini. Nampaknya kebutuhan duniawi perlahan mengubah relasi kita dengan Yang Ilahi.

Refleksi sederhana ini mengajak kita untuk membedakan antara aktivitas rohani yang tampak dengan iman yang hidup secara nyata. Adakah kebaktian kita sungguh menuntun pada perjumpaan yang mengubah hidup, atau hanya menjadi ritual yang dipertahankan demi kebiasaan semata?

Kepada jemaat di Korintus, Paulus menulis, “Kamu adalah tempat kediaman Allah, ladang Allah, dan bangunan-Nya” (bdk. 1 Kor 3:9b). Bagi Paulus, perjumpaan dengan Allah harus membuahkan transformasi, sehingga hidup kita semakin layak menjadi kediaman Allah — bangunan dan ladang-Nya yang selalu dijaga serta dirawat.

Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab setiap orang beriman untuk menjaga kesucian rumah doa, tempat kita berjumpa dengan Allah, dengan menjauhkannya dari sikap dan tindakan yang menajiskan atau mengotori, termasuk komersialisasi dan kepentingan pribadi. Sebaliknya, kita dipanggil untuk menumbuhkan pelayanan yang memihak kepada kaum miskin, membela martabat manusia, dan menjadi saksi belas kasih Tuhan.

Ketika bangunan diberkati, marilah kita bertanya pada diri sendiri: apakah hidup kita juga diberkati dengan kasih yang mengalir kepada sesama? Seperti penglihatan Nabi Yehezkiel: “Aku melihat air mengalir dari dalam Bait Suci; ke mana saja air itu mengalir, semua yang ada di sana hidup” (bdk. Yeh 47:1–2, 8–9, 12).

Pastor Charles Loyak Deket OSC.

Yesus menegaskan bahwa Tubuh-Nya sendiri adalah pusat penyelamatan yang mendahului dan mendasari semua bangunan liturgis: “Rombaklah Bait Suci ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali” (Yoh 2:19).

Maka, Pesta Pemberkatan Basilika Lateran bukan hanya pengakuan atas peran gedung liturgi, melainkan pengingat dan penyadar bahwa Kristus adalah pondasi sejati Gereja.

Seluruh ritual, arsitektur, dan karya seni dalam Gereja hendaknya mengarahkan umat kepada misteri suci itu — kepada Sang Juru Selamat.

Amin. Tuhan memberkati selalu.

(Pastor Charles Loyak Deket OSC)

 

Exit mobile version