OPINI

Yesus Kristus dan Aku Berjalan bersama, namun Hati-Nya belum Berdenyut di Hatiku

Ilustrasi berdoa.

Sebagai orang yang telah dibaptis, kita adalah pengikut dan murid Yesus Kristus. Sadar atau tidak, kita sebenarnya selalu berjalan bersama Dia. Ia adalah Tuhan dan Guru kita; kita adalah murid-murid-Nya.

Dalam doa yang diajarkan-Nya sendiri—Doa Bapa Kami (bdk. Luk 11:1–13)—kita diundang untuk bercakap dan berjumpa dengan-Nya, baik dalam doa pribadi maupun bersama. Terlebih lagi, dalam Ekaristi Kudus terjadi pertemuan yang sangat pribadi antara Yesus Kristus dan kita masing-masing.

Namun, tidak ada perjumpaan pribadi yang sejati tanpa pesan pribadi. Bila kita belum menangkap pesan Kristus dalam setiap perjumpaan dengan-Nya, maka harta Kristus belum sungguh menjadi milik kita; sabda-Nya belum sungguh kita hayati dalam hidup.

Kita memang berjalan bersama Kristus, tetapi hati-Nya belum berdenyut di hati kita. Hidup kita belum sepenuhnya menyatu dalam kehidupan-Nya.

Apa artinya menyatu dalam hidup Kristus? Rasul Paulus menggambarkannya sebagai mati dan bangkit bersama Kristus (bdk. Kol 2:12–14). Artinya, hidup kita dilebur dalam wafat-Nya, supaya kita bangkit dan hidup dalam terang kebangkitan-Nya.

Dalam kematian-Nya, Yesus telah memakukan segala “surat utang” dosa kita di kayu salib. Pelanggaran kita telah dihapus dalam darah-Nya. Maka, tidak ada lagi ikatan pada masa lalu yang penuh dosa. Kita kini dipanggil oleh Bapa untuk hidup dalam kebenaran dan kemuliaan, dibimbing oleh Roh Kudus, menuju kepada Kristus.

Hari demi hari, kita dipanggil untuk terus bertumbuh—menanggalkan manusia lama dengan segala kelemahannya, dan mengenakan manusia baru yang hidup dalam kebenaran. Seharusnya begitu. Tapi kenyataannya? Itu semua masih terasa jauh bagiku. Masih sebuah cita-cita yang harus diperjuangkan.

Mengapa bisa demikian? Apa yang menjadi penghambatnya?

Sering kali, doa-doa kita hanya menjadi rutinitas. Kita memang berusaha bercakap dengan Kristus setiap hari, tetapi tidak jarang doa itu menjadi seperti “mesin” yang berjalan otomatis—tanpa rasa, tanpa kesadaran yang mendalam.

Kita berdoa Doa Bapa Kami, Salam Maria, dan doa-doa lainnya, tetapi hanya dengan hafalan. Hati dan pikiran kita tidak sepenuhnya hadir. Mungkin tubuh kita di hadapan Tuhan, tetapi kesadaran kita entah berada di mana.

Kalau kita tidak menyadari dan membaharui cara kita berdoa, maka kita akan terus terjebak dalam formalitas doa yang kering. Kita tidak sungguh mengalami mati dan bangkit bersama Kristus.

Pastor Charles Loyak Deket OSC.

Kita masih melekat pada ‘manusia lama’, dan ‘manusia baru’ masih jauh dari jangkauan. Kristus memang berjalan bersama kita, tetapi hati-Nya belum berdenyut dalam hati kita. Hidup kita belum sungguh dirasuk oleh hidup-Nya.

Karena itu, mari kita berjuang—mematikan “mesin” dalam doa kita. Kita perlu melatih diri untuk berdoa dengan iman yang hidup, dengan kesadaran penuh, sebagaimana diserukan dalam Ibrani 10:19–22.

Saat kita menyadari bahwa doa adalah perjumpaan hati dengan hati, maka perlahan, pesan Kristus menjadi nyata dalam hidup kita. Harta Kristus menjadi hartaku. Dan aku mulai merasakan: hati Kristus berdenyut di dalam hatiku sendiri.

Amin.

Tuhan memberkati selalu.

Pastor Charles Loyak Deket, OSC

Exit mobile version